Search

Polemik KJA, Benarkah Jadi Penyebab Lingkungan Tercemar? - Trubus.id

Trubus.id -- Budidaya ikan air tawar dengan Keramba Jaring Apung (KJA) mempunyai potensi dan peluang yang besar untuk menciptakan ketahanan pangan Indonesia. Tetapi, rencana pengambil kebijakan untuk melakukan pembatasan dan penghapusan KJA terutama terhadap perairan umum dinilai sebagai kekeliruan.

Dekan Fakultas Perikanan dan iLmu Kelautan Universitas Padjajaran, Yudi Nurul Ikhsan mengatakan protein hewan di darat semakin terbatas, hal ini secara otomatismemberikan tumpuan kepada komoditas ikan. Di sisi lain kalau melihat budidaya penangkapan, Indonesia tidak hanya bertumpu pada perikanan tangkap karena terdapat beberapa kawasan melebihi batas ekploitasi.

"Tetapi menjadi polemik ketika ada pelarangan dan pembatasan KJA. Tudingan KJA khusunya diperairan air tawar perusak dan pencemar lingkungan  adalah 'justifikasi' semata dan perlu dikaji secara komprehensif, " jelas Yudi saat jumpa pers, pameran industri Aquatic Asia dan Indoaqua 2018, di Pusat Niaga JIExpo, Jakarta, Rabu (28/11).

Yudi menjelaskan penetapan Waduk Jati Luhur, Jawa Barat sebagai zero keramba dan rencana pengurangan KJA di Danau Toba, Sumatera Utara menjadi hanya 10.000 ton per tahun harusnya ditinjau secara komprenhensif kembali akar permasalahannya. Kalau permasalahannya adalah pencemaran lingkungan akibat limbah organik semestinya bisa diselesaikan dengan beberapa cara inovasi dan teknologi.

"Limbah organik, pakan ikan, feses ikan dari KJA , tidak mungkin menyebabkan kematian ikan  secara masif dan mendadak. Ketika kejadiaan masif dan mendadak terjadi karena senyawa toxic yang di sedimen bawah perairan naik ke atas. Yang perlu cermati Danau Toba dan Maninjau masih punya aktivitas danau volcano di mana tingkat konsentrasi sulfur dan sulfida sangat tinggi ini dari alam  dan itu banyak mengendap di sedimen ketika ber-akroling, " jelasnya. 

Yudi menambahkan sebenarnya kasus seperti ini bisa diantispasi dengan memberikan bakteri tertentu yang bisa mengoksidasi konsentrasi sulfida dan sulfur  tersebut sehingga konsentrasinya menurun.

Senada dengan hal tersebut, Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Endi Setiadi Kartamiharja mengatakan, kebijakan pelarangan KJA akibat tudingan pencemaran lingkungan adalah tidak adil, proporsional dan rasional dengan kenyataan di lapangan. Sumbangan atau besar beban masukan pencemaran dari KJA hanya 10 Persen dibandingkan dengan kegiataan lain di sektor nonperikanan terutama di wilayah tangkapan air. 

"Apalagi waduk di Cirata, yang terkena imbas masifnya pencemaran Citarum dari limbah industri, "jelasnya.

Ditambahkan Endi, dalam penerapan KJA perairan umum, sudah banyak inovasi yang bisa diterapkan mengurangi limbah sehingga ramah lingkungan. Seperti pembudidaya Waduk Cirata, Jawa Barat yang menggunakan keramba dua lapis atau keramba kolor. Hal tersebut  mengurangi limbah dan sisa pakan yang keluar. 

Saat ini, ditambahkan Endi, sudah ada KJA Smart yang limbahnya disirkulasi ke atas kemudian di pakai untuk pupuk tanaman. Atau, pemanfaataan limbahnya ditumbuhi tanaman organik sehingga menambah fungsi ganda KJA.

Let's block ads! (Why?)

Baca Berikut nya https://news.trubus.id/baca/23918/polemik-kja-benarkah-jadi-penyebab-lingkungan-tercemar

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Polemik KJA, Benarkah Jadi Penyebab Lingkungan Tercemar? - Trubus.id"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.